Latest News

Sejarah Gereja Kristen Protestan Simalungun Pematang Raya 1903


Seperti banyak wilayah lainnya di Indonesia, daerah Simalungun masih banyak ditutupi hutan-hutan lebat. Karena itu Pdt. August Theis pun harus membelah hutan dalam perjalanannya dari daerah Toba menuju ke Pematang Raya. Menurut wawancara beliau dengan A. Munthe, hutan tersebut masih dipenuhi oleh hewan-hewan buas seperti harimau dan sejenisnya sehingga beliau harus mempertaruhkan nyawanya untuk memenuhi misinya ke Pematang Raya. Masyarakat Simalungun masih bercocok tanam menggunakan ladang kering, yang memaksa mereka berpindah-pindah. Setelah panen, mereka harus mencari lahan lain dan baru empat tahun kemudian mereka dapat kembali menggunakan ladang yang sama secara optimal. Dalam kesusahan tersebut sebagian besar masyarakat Simalungun berjudi untuk mencari penghiburan, mereka menjual segala harta miliknya bahkan diri sendiri sebagai budak demi memenuhi nafsu mereka untuk berjudi.
Sebelum jemaat di Pematng Raya ada, para Pendeta sudah terlebih dahulu ke Tanah Simalungun, yaitu Nomensen, Guillaume, Simon, dan Agus Theis. Mereka sampai ke Pematang Raya. Dalam perjalanan yang pertama mereka tinggal di Pematang Raya hanya sebentar, lalu mereka meanjutkan perjalanan mereka ke Panei. Di Hutaulung, mereka jumpah dengan Wan Ulung. Mereka berfikiran untuk kembali ke Pematang Raya, ternyata di Tigaraja mereka berjumpah dengan Raja Dologsaribu, jadi mereka bersamaan pergi ke Dologsaribu menuju Bahbulawan. Dari Dologasaribu, mereka meneruskan perjalannan mereka ke Pematang Purba.
Pada 16 Maret 1903 ada surat yang sampai kepada Nomensen yag berissi: Mulailah pekabaran Injil ke Tanah Simalungun. Dan Nomensen sangat senang membaca surat itu. Mereka memulai pekerjaan itu pertama di Tigaras. Jadi ditetapkanlah Pdt. Agus Theis sebagai pendeta di pematang Raya, yaitu pada tanggal 1 September 1903, Agus Theis bergegas dari Tigaras ke Pematang Raya. Perjalanan mereka adalah Siambaton-Rajaihuta-Nagori-Bangunpanei-Bahbulawan, lalu bermalam di Bahbulawan. Pada tanggal 2 September 1903 Agus Theis sampai di Pematang Raya. Pada tanggal itu lah permulaan dari adanya jemaat di Pematang Raya. Karena Agus Thei tidak memiliki rumah di pematang Raya, jadi dia menumpang di rumah Joria di pematang raya, dia membawa seorang penginjil St. Theopilus.
Setelah Agus Theis 10 malam di pematang Raya, sudah mulai tampak banyak tantangan, jika dilihat dari anggapan orang, keliatan bahwa Pdt. Agus Theis ini tidak jadi tinggal di Pematangraya. Perekonomian di Pematangrayapun sangat tinggi, terkhusus makanan. Oleh karena itu, makanan Pdt. Agus Theis dijemput dari toba. Raja-raja pada saat itupun kelihatan berberat hati untuk memebrikan tanah kepadanya. Dan berita itu telah sampai kepada Nomensen, lalu Nomensen berkata, “mungkin Pdt. Agus Theis tidak jadi tinggal di Pematangraya”. Agus Theis melihat hari itu semakin gelap, dan kebetulan pada saat itu gendang dan terompet dimainkan, bagaikan suara gemuruh untuk membangunkan tuan yang tidur yaitu Raja Raya adalah  orang yang kuat melawan bangsa Belanda. Meskipun demikian, Agus Theis tetap sabar dalam menghadapi tantangan itu, dia hanya berprinsip agar Injil Tuhan dapat dimenangkan di Pematangraya. Besoknya sampailah Pdt. Agus Theis di Pematangraya, dia membaca Firman Tuhan yang tertulis dalam Yohanes 4:35: “Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah lading-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai”. Ayat inilah yang dibacakan pada tanggal 3 September 1903.
Jadi dia bertanya-tanya dalam dirinya: Apakah raya ini juga ikut dalam hal penuaian itu? Dalam sekejap ia menjawab pertanyaannya itu: pasti masa penuaian itu ada! Maka paa hari itu juga datang suruhan Raja Raya, apakah dia tukang kebun atau tidak.
Permulaan Kebaktian Minggu
            Pada tanggal 6 September mereka kebaktian minggu di rumah mereka tinggal, Penginjil St. Theopilus lah yang berkhotbah pada saat itu. Sebenarnya ada orag yang datang untuk mendengarkan khotbah itu, tapi mereka risih kesana-kemari, karena mereka tidak mengerti apa yang telah dikatakan St. Theopilus itu. Jadi mulai saat itulah mereka kebaktian minggu meskipun tidak seberapa yang datang pada saat kebaktian itu.
            Pada tanggal 9 September 1903 Wan Ulung datang menyampaikan kabar baik untuk membangun  rumah untuk Pdt. Agus Theis, mendengar kabar itu Pdt. Agus Theis sangat senang. Pada saat pembangunan rumah itu, Nomensen menyampaikan surat pada tanggal 11 September 1903 yang mengatakan pemindahtempatan Aguss Theis ke Pulau Nias. Jadi besok harinnya Pdt. Agus Theis pergi ke Tigaras untuk menyampaikan surat itu, dan dia meminta agar pekerjaan di Raya tidak berhenti. Jadi setelah Pdt. Agus Theis kembali, yaitu pada tanggal 17 September 1903, rumah itu sudah selesai dibangun.
            Jadi 7 hari lagi Nomensen juga mengirim sebuah surata yang mengatakan: Pdt. Agus Theis tidak jadi pinah ke Pulau Nias,diajak oleh Guru Ambrocius. Jadi dia juga berkata, rumah itu tetap miliki Agus Theis. Meskipun Pdt. Agus Theis sudah menetap tinggal di Pematangraya, dia juga sering pergi ke Tigaras, karena dia juga sudah memiliki sebuah rumah disana.
            Pada bulan November 1903, Agus Theis pergi ke Toba, lalu sepulang dari sana dia juga pergi ke Sidamanik. Lalu setelah itu dia kembali ke Patangraya untuk mengadakan pesta hari Natal. Pada tanggal 25 Desember mereka mengadakan hari Natal di Pematangraya, dan itu adalah permulaan perayaan hari Natal.
            Setelah 4 bulan rumah itu selesai dibangun, rumah itupun dimasuki pada tanggal 24 Januari 1904. Pada tanggal 1 Februari 1904, Guru Ambrociuspun memulai pengajarannya yaitu kepada anak-anak di rumah Raja Raya, dimana murid dari guru itu ada sebanyak 7 orang, yaitu: Ratailam Saragih, Jabi Saragih, Kori Saragih, Sarialam Saragih, Gomok Saragih, Jariaham Saragih. Tidak berapa lama, rumah sekolah itupun pindah ke rumah Aatean. Karena semakin banyak murid, rumahsekolah itupun dipindahkan lagi ke Pangulu Balang. Guru juga tambah disana, yaitu Guru Lukkas Hutagalung, Firidolin Silitonga.
            Pada bulan itu juga, Buluraya meminta sekolah serta pengajarnya. Pada bulan Juli 1904, seorang pujaan hatiya datang dari Aropah. Jadi Pdt. Agus Theis itu menemput pujaan hatinya tersebut ke Medan dengan berjalan kaki. Besok harinya mereka pergi ke ulau Pinang untuk diberkati. Setelah itu mereka pergi ke Pematangraya dengan berjalan kaki. Jadi pada tanggal 28 Juli 1904 mereka berhenti du Hutailing.
            Setelah ia menikah, diapun tidak kenal lelah untuk mengabarkan Injil tuhan dan mendirikan jemaat di pematangraya. Sehingga guru-guru disana juga menjadi bertambah, yaitu: Guru Gidion Gultom dari Rayausanng, Andareas Simangunsong dari Buluraya. Juga dimulai di Dologsaribu, Hiteyurat, dan Rayapanribuan. Pada tahun 1909 di Pematangraya sudah adayang dibaptis yaitu pada tanggal 25 Desember 1909, Morharjum Damanik (musa), mereka sekeluarga, jadi mereka yang dibaptis ada 25 orang sekali dibaptis.
            Sejak saat itu orang yang dibaptis ada setiap tahun. Pada tanggal 10 April 1909, ada surat bahwa yang menjadi guru, yaitu: Kenan Sinaga, Marcius Damanik, Justin Saragih, Jacobus Sinaga, Jacobus Sinaga, Albinus Purba, Ferdinand Saragih, Elias Purba, Herman Purba, Willem Saragih, Zakeus Purba, yaitu murid Domitian Tambunan.
            Pada akhir tahun 1915 guru dari depok tamat dari sekolahnya, yaitu Jason Saragih lalu tamat jugalah Wismar Saragih dari sekolahnya yaitu Seminarie Tapanuli. Pada tanggal 7 Maret 1915 mulailah ada yang diberkati. Disamping dari pekabaran Injil, Pdt. Agus Theis juga mengajari masyarakat setempat untuk berladang, memelihara binatang peliharaan, dan menggunakan obat-obatan dari Dokter. Dari permulaan, Domitian langsung mengajar masyarakat untuk belajar bernot kepada pemuda dan anak-anak sekolah.
            Dukacita
            Meskipun semakin bertambah orang yang percaya kepada Tuhan, tetapi pasti ada juga yang namanya dukacita. Pada tanggal 12 Juni 1909, isteri dari Agus Theis meninggal. Mereka berumahtangga hanya selama 6 tahun. Meskipun dia mengalami dukacita, Pdt. Agus Theis tetap semangat untuk mengabarkan Injil Tuhan. Setelah Domitian Tambunan pindah, lalu digantikan oleh Willem Hutabarat. Pada akhir tahun 1921, seluruh jemaat Raya sangat sedih karena mendengar berita bahwa Pt. Agus Theis pulang ke Aropah. Pada tanggal 14 April 1921, Pdt. Agus Theis mengucapkan kata-kata perpisahan kepada jemaatdi Pematangraya.
            Jadi Pdt. H. Guillaume yang datang dari Saribu Dolog datang ke Pematangraya, sekali sebulan. Tapi Pdt. Nomensen sudah membuat suatu peraturan di Jemaat Pematangraya, yaitu membentuk suatu pengurus agama dan sekolah. Jaudin Saragih yaitu Vorzitter, dan Jacobus Sinaga.
            Setelah pengurus gereja bertambah, pekabaran Injil di Pematangraya sudah mulai tampak, orang percaya kepada tuhan sudah mulai bertambah. Pada ujung tahun 1926 melaporlah Kerkerad yang dibawakan Ephorus Dr. J. Warneck bersama dengan Pdt. H. Guillaume dari Saribudolog. Maka diputuskan bahwa harus ada guru pembantu yang disuruh menjadi pemimpin guru jemaat yang sekolahnya pernah di tutup, antara lain : Di Bahtonang Marcius Damanik, di Huta Bayu Lamsana Saragih, di Merek Hutadolog Jonas Purba.
            Pada tanggal 31 Januari 1926 sampailah Pd. Enos Pasaribu di Pematang Raya. Setelah beberapa lama dia di Pematang Raya semakin banyaklah orang yang dibaptis, dimana pada saat itu ia membaptis 145 orang. Tetapi pada saat itu kaum perempuan tidak banya yang bersekolah. Dibentuklah PA-PA seperti di Sondi Raya 1926. Di Sirpang Dalig Raya Nagatongah, Mangadey dan Hapoltakan yaitu pada tahun 1927.
            Pesta Perak
            Pada tanggal 2 September 1928 gereja di Pematang Raya telah berusia 25 tahun yang melayani di jemaat ini: Willem Hutabarat, St. Benjamin, St. Paulus Purba, St. Tarianus Purba dan 4 orang lainnya. Jumlah jemaat Kristen pad saat itu 2002 orang. Pesta perak adalah merupakan pesta yang besar di resort raya, sekolah-sekolah dan jemaat-jemaatpun hadir pada pesta ini. Diundang juga ari pihak pemerintahan. Acara ini dilaksanakan di salah satu lapangan di Pematang raya disebabkan karena Gerejanya yang terlalu kecil. Setelah acara selesai para tamu yang diundang itu berziarah ke kuburan isteri Agus Theis di Pematang Raya. Para pengurus Gereja merencanakan untuk mendirikan suatu Komite yang member nasehat. Setelah beberapa tahun kemudian berdirilah Kongsilaita di Sondi Raya yakni pada tahun 1931. Setelah Willem Hutabarat pindah, maka datanglah Daud Saing. Pada tahun 1929 dibentuklah Volkschool di Pematang Raya yang menjadi Verbolgschool. Datanglah guru Jason Saragih menjadi guru kepala dan dialah yang menjadi Pengantar Jemaat. Pada tahun 1936 Kerkerad berencana membentuk sebuah Gereja yang besar karena Gereja yang pertama yang telah rusak. Setelah 4 tahun, Gereja yang direncanakan itupun selesai dan diresmikan pada tahun1939. Karena faktor usia dari guru Jason untuk memimpin jemaat, maka Pengantar Jemmat itu digantikan oleh Guru T. Belzazar Sinaga. Maka bertambah banyaklah kekristenan disana, lalu banyak juga badan-badan pelayanan yang berdiri yang tanpa digaji. Pada tahun 1942 berdirilah suatu perguruan saksi-saksi Kristus yang dipimpin oleh Pdt. J. Wismar Saragih dan berdiri pula Kongsi Bibel Simalungun (Alkitab).
            Lalu Voorganger Jemaat Pematang Raya digantikan oleh Rudolf Purba. Maka bertambah banyaklah jemaat pada saat itu. Didirikan juga Sekolah Bibel Vrouw di Pematang Raya, dimana muridnya ada 4 orang, yaitu pada bulan Agustus 1948 yang dididik oleh Pdt. J. Wismar Saragih, Pdt. A. Wilmar Saragih. Dan Loranna Purba. Mereka lulus di bulan Agustus 1949. Setelah itu, semua jemaat yang berada di Simalungun merasa perlu didirikan sekolah Pendeta. Maka pada tanggal 3 September 1930 berdirilah Sekolah Pendeta di Pematang Raya. Pada saat itu Pdt. A. wilmar Saragih sudah lebih dua tahun berada disini. Salah seorang Pendeta F. Siregar melanjutkan pendidikan ke Jakarta. Tujuh orang yang menjadi murid dari sekolah tersebut ialah Frederik Damanik, Petrus Purba, Mailam Purba, Samulel Dasuha, Bonarcius Saragih, Marinus Girsang, dan Williamer Saragih.Mereka ditahbiskan menjadi Pendeta pada tanggal 28 September 1952.
            Pada tahun 1951, jumlah orang Kristen ada sebanyak 1963 orang. Pada tanggal 13 Januari 1952, Sondi Raya memisahkan diri menjadi jemaat tersendiri yang beranggotakan 375 orang. Pada tanggal 5 Oktober 1952, HKBPS berdiri sendiri. Pdt. J. Wismar Saragih pindah ke Pematang Siantar menjadi wakil Ephorus HKBP-Simalungun, dan Pdt. A. Wilmar Saragih menjadi Sekretaris Jenderal HKBPS, dan di Pematang Siantarlah yang menjadi pusat., dan kantor Distrik diganti menjadi Kantor pusat. Ds. F. Siregar juga pindah ke Seminarie Sipoholon menjadi Guru sekolah Pendeta, jadi Pendeta Jenus Purbalah yang menjadi Pendeta di Pematang Raya yang sebelumnya melayani di Nagoridolog.
Pimpinan majelis jemaat GKPS pamatang raya

NO
NAMA
TAHUN
1
Guru Jason Saragih      
1936
2
Guru T. Belzazar Sinaga
1939
3
Rudolf Purba
1948
4
Marif Hasibuan
s/d       1970
5
St Loren Sinaga, BA
1970 - 1985
6
St Rudiman Purba, BA
1985 – 1990 (PAW)
7
St Rudiman Purba, BA
1990 - 2000
8
St Baris Saragih
2000 - 2010
8
St Jonni Wanson Purba
2010 - sekarang
Scroll to Top